MUA’DZIN SUBUH HARI
SENIN PART 3*
Aku gemetaran. Wajar saja karena ku
akan masuk ke kandang singa betina. Kawan ku beritahu satu hal, sekuat apapun
mental seorang lelaki jika ditinggal
seorang diri tentu akan sakit, tertekan, panas dingin . karena menurutku,
santri-santri puteri mempunyai aura mistis yang mampu meleburkan besi
sekalipun. Aku berani bertaruh tak aka nada yang mampu bertahan selama sepuluh
menit, kecuali ia laki-laki bajingan. Sehingga sulit dipercaya Ali bias bertahan
dengan tugas ini selama dua tahun lebih.
Langkahku berkecipak tergesa. Semakin
aku masuk ke dalam lorong dapur, semakin besar keinginanku untuk keluar. Andai saja
tak ku dengar suara perempuan yang berbisik di balik kaca sebelahku, tentu aku
tel;ah menyelesaikan tugas ini, pergi dengan segara dan baru kembali pada
jeesokan harinya. “Ssssstt….. Ridho… !” lirih suara itu. Ada semacam rasa
terpendam yang tak ku mengerti disana. “mengapa adzan subuh tadi tak subuh
senin-senin sebelumnya ? apa yang terjadi pada sang muadzin dan kemana juga siAli
? Tanya pemilik suara yang tadi memanggilku.
Aku yang diserang tiga pertanyaan
sekaligus, tak bias menjawab. Bingung , apa yang harus aku sampaikan ? sungguh,
aku tak mengerti mengapa Ali secara tiba-tiba bias boyong dari pondok pagi tadi.
Aku sedih kehilanga sdahabat terbaikku. Mendapati diriku yang hanya mematung. Si
pemilik suara tadi membuka satu slop kaca nako sehingga dengan jelas aku bias melihat
dari sela-selanya, dan aku tewrkejut ketika mendapati sudut mata kesedihan
pemiliknya menggenangkan air mata.
“jawab Ridho….. ku mohon…hiks….hiks…,”
ia mulai menangis, tiba-tiba aku teringat seraut wajah pada sebuah foto
kenangan keluarga dhalem. Bukankah ia sama persis ? benar ia Ning Malika. Aku menggigil
, hamper saja aku ambruk membalas tatapan kesedihan dari ning Malika. Namun saat
itu aku tersadar bahwa cinta bias menyapa siapa saja termasuk ning Malika. Rasa
aneh itu demikian halus, serupa taburan-taburan atom, yang tak dapat kita lihat
namun sangat dekat, bahkan dekat sekali.
Tiada ku duga dan Tak pernah ku
sangka ternyata, yang telah jatuh hati dan jatuh cinta pada sahabatku Ali
adalah ning Malika, puteri seorang kiyai yang terkenal dengan sangat alim dan
sikap tawadhu’nya yang disegani banyak orang, benar-benar diluar dugaanku, tapi
aku sadar kalau cinta itu tak dapat dicegah dan tak dapat dipaksa. Aku harus
segera memberitahukan hal ini kepada Ali, atau mungkin Ali sudah tau kalau
perempuan yang sdering menhiriminya surat itu dalah ning Malika, entahlah.