MUA’DZIN SUBUH HARI
SENIN PART 2*
“ Su….sudah “ gugup Ali . “ dan kasih saying allah
atasmu “ balas sang mua’dzin . lanjutnya “ oh benarkah ? semoga allah
melimpahkan rahmad atasnya untuk selalu mengumandangkan adzan . katakana padanya
aku menantikan suaranya subuh nanti , sampaikan Ali ?jangan lupa “ iiii……..insyaalah
… ! “ malam ini aku mendapati ali tenggelam dalam samudra gelisah , air mukanya
yang keruh bercampur beban . Nampak jelas gelombang rasa tengah berkecamuk mengaduk-ngaduk laut jiwanya
.
Aku bias merasakan amukan badai
batin yang tengah menerjang karena tak pernah sekalipun kutemui Ali berada
dititik minus sebuah rasa seperti malam ini . dalam cemas , aku duduk
menyebelah dengannya yang sedari tadi termenung menatap jagad raya yang
ditingkahi benda langit nan rupawan . mengapa tidak kau katakana yang
sebenarnya , sahabatku? Bukankah hal itu lebih baik dari pada memendam
perasaanmu sendiri ? “ Ali diam . tak sedikitpun ia terpaling dari kerningan
bintang – gemintang . “lebih dari itu , setidaknya dapat meringankan beban
hatimu .
Ali masih juga beku . lama kami
saling diam , sibuk dengan pikiran masing-masing . Ali bangun dariduduknya ,
berjalan dengan langkah terseret sepewrti menarik ratusan ton beban . ia
berhenti , lalu berpaling kearahku ditatapnya aku serupa mengamati makhluk aneh
dari planet yang tak dikenal . asing sekali aku dihadapannya . “ bagaimana
pendapatmu ridho , seandainya seseorang yang telah lama merindukan sesuatu ,
diminta dalam setiap do’a-do’anya diharap siang dan malam , namun tiba-tiba
mendapati kenyataan yang berbeda dari angan-angannya ? “ Ali mengumpamakan
masalahnya.
“jika dengan angan-angan
tentangku lebih membuatnya merasa bahagia, maka biarlah demikian, aku tidak
ingin menghancur leburkan harapan seseorang dengan mendapati diriku yang cacat
ini. Tidak sahabatku, sekali-kali tidak akan.” Demi mendengar kalam Ali yang
seperti itu, aku diam seribu bahasa. Aku sadar atas apa yang di utarakannya
adalah hasil dari pertimbangannya sendiri, dari suara hatinya yang paling dalam
dan hal itu merupakan jalan keputusan yang akan ia pilih.
Aku menyelami lautan ingatanku satu bulan yang lalu, ketika Ali mendapat titipan surat dari santriwati dibalik kaca di dekat dapur kantin. Yang diperuntukkan sang muadzin subuh hari senin, yang tak lain dan tak bukan adalah dirinya sendiri. Dan isi surat itu menyatakan bahwa pemilik surat telah jatuh hati. Senja pondok putrid esok harinya. Aku cemas, gelisah dan benar-benar bingung. Entah apa yang akan kutemui diodapur kantin dengan seorang diri , untuk pertama kalinya aku mengambil sampah tanpa Ali.
0 komentar:
Posting Komentar