PERTEMUAN PERTAMA DAN TERAKHIR
Aku adalah seorang anak remaja yang
masih berumur 15 tahun. Namaku adalah Dinda. Sekarang aku duduk di kelas 1 SMA.
Aku lebih muda dari teman-temanku berkat kelas akselerasi di SMP. Aku bangga
bisa menjadi lulusan akselerasi yang pertama di SMP. Dan tahun ini aku kembali
masuk ke kelas akselerasi tingkat SMA. Menurut buku psikologi IQ yang aku punya
140. Kata orang-orang aku sangat pintar bisa dibilang jenius, tapi aku merasa di
hidupku tidak ada satupun yang istimewa. Keluargaku yang bisa dibilang broken
home, dan teman-temanku yang enggan berteman denganku karena rupaku yang tidak
seperti anak-anak perempuan lainnya.
Fisikku memang pendek, dan warna
kulitku hitam. Tapi aku tetap harus meningkatkan rasa percaya diriku. Aku tahu
aku adalah murid yang multitalenta. Aku bisa bermain gitar, piano, biola, dan
alat musik tradisional. Guru-guru sering menunjukku sebagai ketua dalam sebuah
perayaan festival tradisional, tapi tetap saja tidak ada yang mau berteman
denganku. Aku mulai berpikir dan terus berpikir, dan akhirnya aku menyadari
bahwa teman-temanku hanya ingin memanfaatkanku saja. Mereka akan berteman
denganku ketika ada PR atau ulangan saja. Mereka hanya berteman dengan
orang-orang yang kaya, cantik, tampan, dan mendekati sempurna.
Saat ini aku butuh seseorang untuk
bisa mendengarkan perasaan yang kualami. Aku gundah, aku bingung, aku
menginginkan kehidupan semasa aku kecil. Kadang kala aku merasa putus asa jika
merenungkan semua ini. Kini aku hanya hidup dengan nenek dan kakek yang sudah
tidak berdaya mengurusiku. Setiap hari aku berusaha untuk mencari uang dan uang
itupun hanya cukup untuk kehidupan sehari-hariku, kakek, nenek, dan sekolahku.
Aku bekerja serabutan, asalkan kesehatanku bisa aku jaga. Di sekolah, sering
sekali teman-teman mengejekku tapi aku tetap tegar menghadapi ini semua.
Selama aku bersekolah, biaya sekolah
aku serahkan kepada kehidupanku. Jika aku tidak mendapatkan beasiswa yang aku
ajukan, maka putuslah sekolah dan masa depanku. Untung saja, setiap aku
mengajukan beasiswa, kepala sekolah tidak segan untuk menerima pengajuan
beasiswaku. Sepulang sekolah aku bekerja di sebuah loundry dekat rumahku,
setelah aku selesai bekerja sampai petang, aku melanjutkan bekerja di depan
bioskop sebagai seorang pedagang kaki lima. Yang aku jual hanyalah
kacang-kacangan, dan air minum. Kacang itupun nenekku yang membuatnya.
Setelah pukul 22.00 malam, aku
kembali ke rumah dengan membawa sedikit uang dan makanan untuk kakek dan nenek.
Kemudian, aku sempatkan untuk tidur dan beristirahat. Ketika waktu menunjukkan
pukul 03.00 dini hari aku sudah terbiasa bangun tidur. Aku shalat dan
dilanjutkan dengan belajar dan belajar agar pelajaran yang aku dapatkan tidak
terbuang sia-sia, setidaknya aku masih bisa mengingatnya. Ketika aku kembali ke
sekolah, perasaanku berat untuk menjalani hari-hari di sekolah. Teman-teman
masih saja mengejekku, aku merasa orang yang di asingkan di sekolahku. Aku
inginkan sebuah perubahan.
0 komentar:
Posting Komentar