/* Start Menu Vertikal*/ *{ list-style:none; margin:0px; padding:0px; } #menu4 { width: 200px; border-style: solid solid none solid; border-color: #D76100; border-size: 0px; border-width: 0px; } #menu4 li a { height: 32px; voice-family: "\"}\""; voice-family: inherit; height: 24px; text-decoration: none; } #menu4 li a:link, #menu4 li a:visited { color: #9E3C02; display: block; background: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhxDpz4XO5YnjOpnLwqzXrUrTVqCCkSan9TX93Nnz-RWbgLCcuEgJBVk0LcfUMOkCfNtSm0o7lrmwHgFak5eAx_-S5iU8FkzstPnnLZrj-q4xHPUXjUpvWmqiwqL1wYLv7kmspRXi51U4/s1600/menu4.gif); padding: 8px 0px 0px 30px; } #menu4 li a:hover { color: #fff; background: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhxDpz4XO5YnjOpnLwqzXrUrTVqCCkSan9TX93Nnz-RWbgLCcuEgJBVk0LcfUMOkCfNtSm0o7lrmwHgFak5eAx_-S5iU8FkzstPnnLZrj-q4xHPUXjUpvWmqiwqL1wYLv7kmspRXi51U4/s1600/menu4.gif) 0 -32px; padding: 8px 0 0 30px; } #menu4 li a:active { color: #fff; background: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhxDpz4XO5YnjOpnLwqzXrUrTVqCCkSan9TX93Nnz-RWbgLCcuEgJBVk0LcfUMOkCfNtSm0o7lrmwHgFak5eAx_-S5iU8FkzstPnnLZrj-q4xHPUXjUpvWmqiwqL1wYLv7kmspRXi51U4/s1600/menu4.gif) 0 -64px; padding: 8px 0 0 30px; } /* End Menu Vertikal*/
/* Start http://www.cursors-4u.com */ body, a:hover {cursor: url(http://cur.cursors-4u.net/toons/too-8/too713.ani), url(http://cur.cursors-4u.net/toons/too-8/too713.png), progress !important;} /* End http://www.cursors-4u.com */

PERTEMUAN PERTAMA DAN TERAKHIR

Diposting oleh Unknown


PERTEMUAN PERTAMA DAN TERAKHIR

            Aku adalah seorang anak remaja yang masih berumur 15 tahun. Namaku adalah Dinda. Sekarang aku duduk di kelas 1 SMA. Aku lebih muda dari teman-temanku berkat kelas akselerasi di SMP. Aku bangga bisa menjadi lulusan akselerasi yang pertama di SMP. Dan tahun ini aku kembali masuk ke kelas akselerasi tingkat SMA. Menurut buku psikologi IQ yang aku punya 140. Kata orang-orang aku sangat pintar bisa dibilang jenius, tapi aku merasa di hidupku tidak ada satupun yang istimewa. Keluargaku yang bisa dibilang broken home, dan teman-temanku yang enggan berteman denganku karena rupaku yang tidak seperti anak-anak perempuan lainnya.

            Fisikku memang pendek, dan warna kulitku hitam. Tapi aku tetap harus meningkatkan rasa percaya diriku. Aku tahu aku adalah murid yang multitalenta. Aku bisa bermain gitar, piano, biola, dan alat musik tradisional. Guru-guru sering menunjukku sebagai ketua dalam sebuah perayaan festival tradisional, tapi tetap saja tidak ada yang mau berteman denganku. Aku mulai berpikir dan terus berpikir, dan akhirnya aku menyadari bahwa teman-temanku hanya ingin memanfaatkanku saja. Mereka akan berteman denganku ketika ada PR atau ulangan saja. Mereka hanya berteman dengan orang-orang yang kaya, cantik, tampan, dan mendekati sempurna.

            Saat ini aku butuh seseorang untuk bisa mendengarkan perasaan yang kualami. Aku gundah, aku bingung, aku menginginkan kehidupan semasa aku kecil. Kadang kala aku merasa putus asa jika merenungkan semua ini. Kini aku hanya hidup dengan nenek dan kakek yang sudah tidak berdaya mengurusiku. Setiap hari aku berusaha untuk mencari uang dan uang itupun hanya cukup untuk kehidupan sehari-hariku, kakek, nenek, dan sekolahku. Aku bekerja serabutan, asalkan kesehatanku bisa aku jaga. Di sekolah, sering sekali teman-teman mengejekku tapi aku tetap tegar menghadapi ini semua.

            Selama aku bersekolah, biaya sekolah aku serahkan kepada kehidupanku. Jika aku tidak mendapatkan beasiswa yang aku ajukan, maka putuslah sekolah dan masa depanku. Untung saja, setiap aku mengajukan beasiswa, kepala sekolah tidak segan untuk menerima pengajuan beasiswaku. Sepulang sekolah aku bekerja di sebuah loundry dekat rumahku, setelah aku selesai bekerja sampai petang, aku melanjutkan bekerja di depan bioskop sebagai seorang pedagang kaki lima. Yang aku jual hanyalah kacang-kacangan, dan air minum. Kacang itupun nenekku yang membuatnya.

            Setelah pukul 22.00 malam, aku kembali ke rumah dengan membawa sedikit uang dan makanan untuk kakek dan nenek. Kemudian, aku sempatkan untuk tidur dan beristirahat. Ketika waktu menunjukkan pukul 03.00 dini hari aku sudah terbiasa bangun tidur. Aku shalat dan dilanjutkan dengan belajar dan belajar agar pelajaran yang aku dapatkan tidak terbuang sia-sia, setidaknya aku masih bisa mengingatnya. Ketika aku kembali ke sekolah, perasaanku berat untuk menjalani hari-hari di sekolah. Teman-teman masih saja mengejekku, aku merasa orang yang di asingkan di sekolahku. Aku inginkan sebuah perubahan.

0 komentar:

Posting Komentar